Ermalfaritsi

#Dirumahaja, Saat yang Tepat Untuk Melepas Penyusuan Tanpa “Drama”

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Baqarah : 233)

Dalam penjelasan Shahih Tafsir Ibnu Katsir, terkait ayat di atas yakni, jika kedua orang tua si bayi itu telah sepakat untuk menyapihnya sebelum masa dua tahun dan keduanya memandang adanya kebaikan dalam hal itu bagi si bayi, dan setelah keduanya bermusyawarah dalam mengambil kesepakatan, maka tidak ada dosa bagi keduanya. Namun keputusan itu tidak boleh hanya berasal dari salah satu pihak saja (ayah atau ibu). Salah satu pihak tidak boleh memaksakan kehendaknya tanpa musyawarah dengan pihak lainnya. Demikian dikatakan ats-Tsauri dan ulama lainnya.

Selagi moment #dirumahaja, saya dan suami bersepakat untuk menyapih Jaisy yang belum menginjak 2 tahun, tepatnya masih 17 bulan. Alasannya karena saya tengah hamil jalan 7 bulan, dan berniat ingin puasa di bulan Ramadhan (nanti akan saya ceritakan apakah saya berhasil puasa atau tidak). Meski dalam kondisi hamil dan termasuk yang mendapat rukhshoh, namun saya berniat sekali ingin bisa berpuasa di Ramadhan kali ini.

Dalam hal melepas penyusuan ini, saya dan suami sudah bermusyawarah sejak usia kandungan saya 3 bulan. Sengaja tidak cepat-cepat disapih meski dalam kondisi hamil. Karena saya merasa insyaAllah masih kuat dan sehat untuk menyusui. Itupun tentu setelah berkonsultasi dengan dokter kandungan terlebih dahulu. Ketika kondisi ibu dan dede janin sehat, tak mengapa untuk tetap menyusui. Di samping secara emosional pun saya belum tega untuk melepas penyusuan ini.

Anak merupakan rahmat dari Allah bagi hamba-hamba-Nya, maka sudah sebuah keharusan untuk memiliki kehati-hatian dalam bertindak. Memasuki usia kandungan 3 bulan, kami bermusyawarah tentang waktu yang tepat untuk menyapih Jaisy. Nampaknya suami juga tidak tega melihat saya terlihat lemas sehabis menyusui dalam kondisi hamil.

Awalnya suami terpengaruh dengan lingkungan sekitar yang agaknya menyuruh saya untuk menyapih Jaisy sesegera mungkin. Dengan hati yang masih penuh keragu-raguan, saya menawarkan waktu 2 bulan lagi. Di masa-masa itu, saya coba sounding ke Jaisy, bahwa dia harus melepas “nenennya” karena sudah besar.

Ternyata 2 bulan berlalu belum berhasil untuk membuat hati saya ikhlas dalam melepas penyusuan ini. Setiap malam sebelum tidur ketika menyusui, saya sounding ke Jaisy tentang proses penyapihan ini. Saya bacakan qur’an surat Albaqarah ayat 233 seperti di atas. Tapi yang ada, hati saya malah tambah meleleh dan menangis karena merasa belum optimal dalam menyusui Jaisy.

Belum optimal yang saya maksudkan adalah karena terkadang saya tidak fokus ketika menyusui. Banyak hal-hal yang dipikirkan saat waktu menyusui berlangsung, terkadang sambil memegang handphone, scroll sana sini, sambil membalas chat yang meski katanya untuk agenda kebaikan, atau bahkan berniat hanya sekadar agar Jaisy tertidur pulas. Allah…

Karena menurut saya, selayaknya seorang ibu yang menginginkan anaknya kelak tumbuh besar menjadi seorang ulama yang taat pada Allah dan Rasul-nya, pemimpin umat, profesional yang cerdas, penjaga Alqur’an, maka hendaknya ia penuh dengan perhatian ketika menyusui anaknya. Fokus dengan sang anak, bahwa air susu yang mengalir diharapkan menumbuhkan kebarakahan pada seluruh tubuhnya agar sempurna tumbuh kembangnya. Oleh karena itu, hendaknya waktu menyusui diisi dengan dzikrullah, perbanyak shalawat, murajaah Alqur’an, dan berdoa yang baik-baik untuk kebermanfaatan seluruh pribadinya.

2 bulan sejak waktu yang saya targetkan pun belum berhasil untuk bisa menyapih Jaisy sepenuhnya. Tetapi sudah mulai berkurang intensitas menyusunya, hanya di waktu-waktu menjelang tidur saja, baik tidur siang, maupun tidur malam. Berarti dalam sehari hanya 2 kali saja.

Pernah saya mencoba untuk tidak memberikan ASI saat akan tidur siang, namun hanya bertahan 3 hari saja, karena selebihnya belum kuat dengan rengekkannya dan suami pun kerja, jadi tidak ada yang membantu menenangkan. Semakin disounding untuk berhenti menyusu, justru malah semakin kuat menyusunya. Katanya itu memang proses, tanda-tanda dia sedang menyiapkan diri untuk hal yang sudah didengarnya.

Lalu saya dan suami pun bermusyawarah lagi, menentukan waktu yang tepat untuk benar-benar melepas penyusuan ini. Berbagai metode kita diskusikan, hingga akhirnya saya meyakinkan pada suami bahwa saya ingin menyapihnya dengan cinta, karena menyusuinya pun dengan cinta. Maka bolehlah kita punya target waktu, namun perkara hati ini adalah urusan Allah. Jadi saya memohon untuk diberikan waktu dalam mempersiapkan hati yang lapang dan ikhlas ini.

Maka kami pun bersepakat di usia Jaisy yang nanti akan menginjak 1,5 tahun (18 bulan), akan menyapihnya, tepat dengan masuknya usia kandunga di trimester terakhir, yaitu 7 bulan.

Qadarullah, adanya pandemic Covid 19 ini membuat suami pun turut serta untuk #dirumahaja. Alhamdulillah waktu-waktu bersama keluarga, terutama dengan Jaisy semakin banyak. Efeknya, Jaisy jadi dekat sekali dengan Abinya. Kemanapun Abinya melakukan aktivitas, dia pasti ingin ikut. Bahkan mandi pun dimandiin Abinya. Hal ini membuat bounding yang cukup kuat antara Jaisy dan Abinya. Artinya, tidak melulu harus sama uminya. Alhamdulillah di situ saya menemukan kelapangan hati.

Dengan terus memohon petunjuk dari Allah, saya senantiasa memberikan afirmasi positif pada diri saya sendiri, bahwa saya ikhlas, saya pasrah, saya memohon pertolongan dari Allah untuk melepas penyusuan ini dengan penuh kerelaan.

Berharap atas petunjuk Allah, 3 hari sebelum Ramadhan, hari itu saya dan suami bersepakat untuk memulai peyapihan ini tanpa rencana dan metode apapun, lahaula wa laquwwata illa billah. Kami memulainya di malam hari ketika Jaisy hendak tidur.

Seraya terus memohon pertolongan Allah, saya berdoa agar diberi kemudahan dan kelembutan hati untuk kami semua dalam melakukan proses penyapihan ini.

Alhamdulillah malam pertama berjalan dengan lancar, meski harus menunggu Jaisy tidur sampai larut malam, sampai dia benar-benar lelah, yaitu jam 24.00 baru bisa tidur sendiri dengan digendong Abinya.

Pun malam kedua dan ketiga, selalu tidur larut malam, karena menunggu Jaisy benar-benar ngantuk, lalu digendong dan tertidur. Hingga hari ini, Alhamdulillah dengan pertolongan Allah tidak ada “drama” yang berarti. Sesekali dia inget “nenen” cukup diberitahu, “Jaisy sudah besar, sudah ga nenen, ya,” maka dia pun berhenti bilang “nenen”.

Terakhir, terucap syukur telah dikaruniai suami yang telah mendampingi dan membersamai proses penyapihan ini dengan penuh kesabaran, terimakasih Mas..

…. Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik. (QS. AT-Talaq :6)

 

#inspirasiramadhan
#dirumahaja
#flpsurabaya
#Bersemadi_HariKe-2

Leave a comment

Information

This entry was posted on May 2, 2020 by in Uncategorized.

Navigation